PERSIAPAN FIT AND PROPER CALON DIREKSI BPR
I.
HUBUNGANNYA DENGAN
ANGGARAN DASAR SESUAI UU PT. No. 40/ 2007 DAN PBI No. 8/26/PBI/2006 TENTANG BPR
1.
Sebutkan
Visi dan Misi sebagai Direksi BPR ?
Visi
:
Misi :
Dijawab sendiri yang penting dalam
koridor memajukan BPR (Visi) dan hal-hal yang akan dilakukan untuk mencapai
visi (Misi)
2. Siapa yang mengangkat direksi dan sebutkan
kewajiban dan kewenangan direksi ?
Direksi diangkat oleh RUPS
Kewajiban Direksi :
a.
Kewajiban
yang berkaitan dengan perseroan
b.
Kewajiban
yang berkaitan dengan RUPS
c.
Kewajiban
yang berkaitan dengan kepentingan kreditur/masyarakat
3. Apa saja tugas direksi ?
Tugas direksi melaksanakan kepengurusan
dan perwakilan
4. Apa saja hak-hak direksi ?
a. Hak
untuk mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan
b.
Hak untuk memberikan kuasa tertulis kepada pihak lain
c.
Hak untuk mengajukan usul kepada Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan
pailit setelah didahului dengan persetujuan RUPS
d.
Hak untuk membela diri dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan untuk
sementara waktu oleh RUPS/Komisaris
e. Hak untuk mendapatkan gaji dan tunjangan
lainnya sesuai AD/Akte pendirian
5. Kapan berakhirnya masa tugas direksi ?
a.
Jangka
waktu masa tugas direksi diatur dalam AD/Akte pendirian.
b.
Jika
diberhentikan sementara waktu sebelum berakhir masa tugasnya oleh
RUPS/Komisaris maka
dalam jangka waktu 30 hari harus diadakan RUPS untuk memberi kesempatan Direksi tersebut
membela diri.
dalam jangka waktu 30 hari harus diadakan RUPS untuk memberi kesempatan Direksi tersebut
membela diri.
c.
Dalam
kondisi tertentu komisaris dapat bertindak sebagai pengurus perseroan.
6. Bagaimana pertanggung jawaban pribadi
direksi ?
a. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh
secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau
lalai menjalankan tugasnya.
b. Dalam hal direksi terdiri atas 2 anggota
direksi atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota direksi.
c.
Anggota direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian apabila dapat
membuktikan :
1)
Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
2) Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik
dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan.
3) Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian
4) Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul
atau berlanjutnya kerugian tsb.
7. Kewajiban
direksi dalam mengelola BPR ?
a.
Melaksanakan kewajiban sesuai anggaran
dasar
b. Menyusun laporan rencana kerja tahunan dengan
persetujuan dewan komisaris
c.
Melaksanakan rencana kerja yang telah
mendapat persetujuan dewan komisaris
d. Mengelola sumber dana untuk digunakan mayoritas pada pemberikan kredit (aktiva
produktif) yang menghasilkan pendapatan
e. Mengelola sumber daya manusia dengan
memperhatikan kemampuan dan mengembangkan keterampilan dan kesejahteraan
d. Menyusun kebjakan terkait PBI dengan persetujuan dewan
komisaris
8. Kewajiban direksi terhadap Komisaris BPR ?
a. Membuat rencana kerja yang wajib disetujui
Dewan Komisaris
b.
Memaparkan operasional BPR dalam rapat pembinaan dengan DK yang dituangkan dalam bentuk risalah rapat minimal 4 kali
setahun
c. Menyampaikan rekomendasi keputusan kredit
dalam batas tertentu yang harus diketahui Dewan Komisaris
9. Laporan-laporan yang berhubungan dengan
kewajiban BPR kepada Bank Indonesia ?
a. Laporan
Keuangan Bulanan (Lap disampaikan maks. tanggal 14 bulan berikutnya)
b.
Laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) (Lap. Disampaikan maks. tanggal
14 bulan berikutnya)
c. Laporan Publikasi triwulanan (Lap disampaikan
maks. 1 bulan berikutnya)
d.
Laporan Keuangan Tahunan (Lap disampaikan
maks. Februari bulan berikutnya karena tidak diaudit)
e. Rencana Kerja Tahunan Direksi (Lap.
Disampaikan maks akhir Januari tahun berikutnya)
f. Laporan Hasil Pengawasan atas Pelaksanaan
Rencana Kerja Direksi semesteran (Seti
g. Laporan SID tgl
12
10. Kapan RUPS wajib dibuat oleh bank ?
a.
Pada saat terjadi perubahan pengurus atau
penggantian pengurus
b.
Pada saat terjadi perubahan pemegang
saham
c.
Pada saat terjadi perubahan anggaran
d.
Pada saat terjadi perubahan modal
e.
Pada saat Direksi menyampaikan laporan
keuangan tahunan
f. Pada saat Direksi menyampaikan penghapusan kredit
atau penghapusan tagih
g. Pada saat akan dilakukan pembagian dividen
dan bonus tahunan
h. Pada saat terjadi peristiwa yang secara
material berpengaruh terhadap aset perusahaan
II. HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN PERATURAN BI
1. Apa latar belakang permasalahan BPR di
Indonesia ?
a. Permasalahan internal
Seperti likuiditas, batas maksimum
pemberian kredit (BMPK) dan NPL (Non perfrming loan)
b. Permasalahan eksternal
Krisis kepercayaan masyarakat, perubahan,
peraturan
c. Tajamnya persaingan antar bank
d. Ekspansi kredit yang tidak diimbangi
penghimpunan dana masyarakat
e. Pengaturan kredit tanpa menerapkan prinsip
kehati-hatian
2. Apa yang dimaksud dengan tata kelola yang
baik dan kode etik ?
Adalah
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola), perusahaan, pihak debitur, pemerintah, karyawan serta para stake
holder (pihak terkait) intern dan ekstern dengan hak-hak dan kewajiban mereka
atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
3. Apa yang dimaksud dengan peraturan perbankan
dan apa tujuannya ?
Peraturan
perbankan adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh otoritas perbankan untuk
mengatur kelembagaan dan kegiatan perbankan.
Tujuan
peraturan perbankan :
a.
Menjaga
stabilitas dan kepercayaan terhadap sistem perbankan
b.
Meyakinkan
berfungsinya pasar keuangan
c.
Pencegahan
risiko sistemik
d.
Pencegahan
risiko individual bank
e.
Peningkatan
efisiensi sistem perbankan
4.
Apa saja usaha BPR Konvensional yg diperbolehkan sesuai Pasal 13UU No.10 Th1998
?
a.
Penghimpunan dana masyarakat
b.
Memberikan kredit
c.
Pembiayaan dan penempatan dana (SBI, deposito, tabungan pada bank lain)
5.
Apa saja usaha BPR Konvensional yang dilarang sesuai Pasal 14 UU No. 10 Th 1998
?
a. Menerima simpanan dalam bentuk giro
b. Mengikuti lalu lintas pembayaran
c. Usaha valas, penyertaan modal
d. Usaha perasuransian
e. Kegiatan lain diluar yang diperbolehkan
6. Mengapa BPR konvensional dilarang melakukan
usaha sebagaimana pasal 14 UU No. 10 tahun 1998 ?
Dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan
karakteristik kegiatan usaha BPR yang ditujuan untuk melayani usaha-usaha kecil
dan masyarakat di daerah pedesaan atau disesuaikan dengan kondisi aktivitas
usaha kecil.
7. Apa saja kegiatan usaha BPR Konvensional ?
Sumber dana :
a.
Tabungan
b.
Deposito
c.
Antar
bank (pinjaman)
Penyaluran
dana :
a.
Kredit
yang diberikan
b.
Penempatan
antar bank /deposito berjangka
8. Berapa jumlah modal disetor BPR ?
Berdasarkan PBI No. 8/26/PBI/2006 tentang BPR pasal 4, bahwa BPR
di wilayah kabupaten dan ibu kota provinsi pada tahun 2010 wajib memenuhi
ketentuan sebesar
Rp. 2 Milyar. Sedangkan yang beroperasi di ibukota negara sebesar Rp. 5
Milyar
9.
Apa isi PBI No. 11/20/PBI/2009 ?
PBI yg mengatur tentang tindak
lanjut penanganan terhadap BPR dalam status pengawasan khusus.
Dalam hal BI menilai suatu BPR mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPR tsb ditetapkan dalam
status pengawasan khusus yang disebut BPR DPK.
BPR dinilai mengalami kesulitan yang
membahayakan jika :
a.
Kewajiban
penyediaan modal minimum (KPMM) kurang dari 4%
b.
Penyediaan
Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 3%
c. BI
memberitahukan mengenai penetapan BPR DPK melalui surat disampaikan langsung
dalam
pertemuan dengan pengurus dan atau pemegang saham
pertemuan dengan pengurus dan atau pemegang saham
10. Apa isi PBI No. 11/13/PBI/2009 ?
Yaitu
PBI yang mengatur tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
BMPK
adalah persentase maksimum realisasi penyediaan dana
yang diperkenankan
terhadap modal
BPR.
BPR.
Penyediaan Dana adalah penanaman dana BPR dalam bentuk:
a. kredit, dan/atau
b. penempatan dana antar bank.
Pelanggaran
BMPK adalah selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana pada saat
direalisasikan
terhadap Modal BPR dengan BMPK yang diperkenankan.
terhadap Modal BPR dengan BMPK yang diperkenankan.
Pelampauan
BMPK adalah selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana yang
telah direalisasikan
terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan dengan BMPK yang diperkenankan dan tidak termasuk
Pelanggaran BMPK.
terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan dengan BMPK yang diperkenankan dan tidak termasuk
Pelanggaran BMPK.
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara BPR dengan pihak lain yang mewajibkan pihak Peminjam
untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan
atau pembagian hasil keuntungan.
Penempatan Dana Antar Bank adalah penanaman dana BPR
pada Bank lain,
dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, kredit
yang diberikan dan penanaman dana lainnya yang sejenis.
Modal adalah modal inti dan modal pelengkap
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum BPR.
Penyediaan Dana kepada seluruh Pihak Terkait
ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari Modal BPR.
Penyediaan Dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar
Bank kepada BPR lain yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan
paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR.
Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu)
Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua
puluh persen) dari Modal BPR.
Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu)
kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 30%
(tiga puluh persen) dari Modal BPR.
11. Bagaimana
pengelompokkan
Kualitas Kredit BPR ditetapkan berdasarkan cara pembayaran sesuai PBI
13/26/PBI/2011 yang diterapkan di PT. BPR Marcorindo Perdana ?
13/26/PBI/2011 yang diterapkan di PT. BPR Marcorindo Perdana ?
Jawab :
a. Lancar,
apabila :
1)
Tidak
terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga; atau
2)
Terdapat
tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga tidak lebih dari 3 (tiga) kali angsuran
dan kredit belum jatuh tempo.
dan kredit belum jatuh tempo.
b. Kurang Lancar, apabila :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 3 (tiga) kali angsuran tetapi
tidak lebih dari 6 (enam) kali angsuran; dan atau.
tidak lebih dari 6 (enam) kali angsuran; dan atau.
2) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
3)
Kredit
jatuh tempo ditetapkan kurang lancar jika baru satu bulan. Apabila dalam satu
bulan
tidak dilunasi, maka akan dipindahkan ke kolektibilitas Diragukan.
tidak dilunasi, maka akan dipindahkan ke kolektibilitas Diragukan.
c. Diragukan, apabila :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau
bunga lebih dari 6 (enam) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 12 (dua belas)
kali angsuran; dan/atau
2) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu)
bulan tetapi tidak lebih dari 2 (dua) bulan.
Apabila
pada bulan pertama jatuh tempo, kredit kurang lancar belum dilunasi maka pada
bulan berikutnya kredit harus dipindah ke kolektibilitas Diragukan. Dan apabila
sudah melampaui dua bulan kedit belum diselesaikan maka harus dipindah ke
kredit Macet.
d. Macet, apabila :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok
dan/atau bunga lebih dari 12 (dua belas)
kali angsuran;
2) Kredit
telah jatuh tempo lebih dari 2 (dua) bulan ;
Mengacu
pada Peraturan Bank Indonesia No. 13/19/PBI/2011, maka kebijakan BPR mengenai
kualitas Aktiva Produktif atas Penempatan Dana pada Bank Lain adalah :
a.
Lancar,
apabila tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga ;
b.
Kurang
Lancar, apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga paling lama
5 (lima) hari kerja ;
5 (lima) hari kerja ;
c.
Macet,
apabila :
1) Terdapat
tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 5 (lima) hari kerja.
2) Bank
yang menerima Penempatan Dana Antar Bank telah ditetapkan dalam status
pengawasan khusus; dan /atau
pengawasan khusus; dan /atau
3)
Bank
yang menerima Penempatan Dana Antar Bank telah dilikuidasi.
12. Apa yang saudara ketahui tentang kewajiban Direksi
saudara menyusun kebijakan perkreditan sesuai PBI No. 13/26/PBI/2011 ?
Kewajiban Kewajiban
penyusunan dan penyampai kebijakan perkreditan didasarkan atas terbitnya
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13
/26/PBI/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat.
Latar belakang terbitnya PBI
tersebut di atas adalah :
1.
Bahwa
sesuai dengan tujuannya, BPR memiliki peranan yang penting dalam mendukung
perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Di samping itu, sebagai
lembaga kepercayaan yang mengelola dana masyarakat, BPR harus senantiasa
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk itu diperlukan suatu
peraturan yang dapat mendorong BPR untuk menyalurkan kredit kepada UMKM dengan
tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
2.
Bahwa
ketentuan tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Penyisihan penghapusan Aktiva
Produktif Bank Perkreditan Rakyat (KAP dan PPAP BPR) belum sepenuhnya selaras
dengan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(SAK-Etap) dan Pedoman Akuntansi BPR (PA BPR)
Pokok-pokok Penting terkait dengan Perubahan ketentuan tentang Kualitias Aktiva Produktif dan
Penyisihan penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat (KAP dan PPAP BPR) meliputi :
1. Kewajiban setiap BPR
untuk memiliki pedoman kebijakan dan prosedur perkreditan secara tertulis.
Dalam ketentuan lama kewajiban ini tidak diatur,
sedangkan dalam ketentuan baru diatur sebagai berikut :
a.
Dalam
rangka penyediaan dana dalam bentuk kredit,
BPR wajib memiliki pedoman kebijakan dan prosedur perkreditan secara tertulis.
b.
Kebijakan
perkreditan wajib disetujui oleh Dewan Komisaris.
c.
Prosedur
Perkreditan wajib disetujui oleh paling kurang Direksi.
d.
Dewan
Komisaris wajib melakukan pengawasan aktif terhadap pelaksanaan kebijakan
perkreditan.
e.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pedoman kebijakan dan prosedur perkreditan BPR diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
f. Prosedur
kebijakan dan prosedur perkreditan mencakup juga kebijakan dan prosedur
mengenai Restrukturisasai kredit, AYDA, Hapus Buku dan Hapus Tagih Kredit.
2.
Pelaporan pedoman
Kebijakan Perkreditan
Ketentuan baru mengatur mengenai pelaporan pedoman
kebijakan perkreditan sebagai berikut :
a.
BPR wajib menyampaikan
pedoman kebijakan perkreditan BPR kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu)
tahun sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini.
b.
Setiap
perubahan pedoman kebijakan perkreditan BPR wajib disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan sejak terjadinya perubahan.
3.
Penilaian Kualitas
Aktiva Untuk Nasabah yang sama dalam 1 (satu) BPR
Ketentuan baru mengatur mengenai penilaian kualitas
aktiva produktif sebagai berikut :
a. BPR
wajib menetapkan Kualitas Aktiva Produktif yang sama terhadap beberapa rekening
Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) Debitur pada BPR yang
sama.
b. Dalam
hal terdapat perbedaan Kualitas Aktiva Produktif terhadap beberapa rekening
Aktiva produktif untuk 1 (satu) Debitur pada BPR yang sama, BPR wajib
menetapkan kualitas masing-masing Aktiva Produktif mengikuti Kualitas Aktiva
Produktif yang paling rendah.
Contoh :
Seorang debitur Y memiliki 2 (dua) fasilitas di BPR
X yaitu Kredit Modal Kerja untuk restoran dan toko kelontong. Kondisi kollektibilitas terakhir adalah
sebagai berikut :
-
Kredit
Modal Kerja Usaha Restoran Kolektibiltas
Lancar
-
Kredit
Modal Kerja Toko Kelontong Kolektibilitas Kurang Lancar
Karena kredit tersebut diberikan kepada 1 (satu)
debitur, maka Kualitas Aktiva Produktif masuk kurang lancar.
4. PPAP Umum dan PPAP
Khusus
Ketentuan lama yang mengatur mengenai PPAP Umum dan
PPAP Khusus, masih berlaku dengan adanya
peraturan baru sebagai berikut :
a.
BPR
wajib wajib membentuk PPAP Umum dan PPAP Khusus.
b.
PPAP
Umum ditetapkan paling kurang 0,5% (lima
per mil) dari Aktiva Produktif yang memiliki Kualitas Lancar.
c.
PPAP
Khusus ditetapkan paling kurang sebagai berikut :
1)
10% dari Aktiva Produktif dengan Kualitas Kurang
Lancar setelah dikurangi nilai agunan
2)
50%
dari Aktiva Produktif dengan Kualitas Diragukan setelah dikurangi nilai agunan
3)
100%
dari Aktiva Produktif dengan Kualitas Macet setelah dikurangi nilai agunan
5.
Nilai Agunan Yang
Diperhitungkan Sebagai Pengurang Dalam Pembentukan PPAP
Ketentuan baru yang mengatur Nilai Agunan sebagai
pengurang dalam pembentukan PPAP sebagai berikut :
a.
100% dari agunan yang
bersifat likuid
berupa surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah RI, Tabungan dan atau Deposito yang diblokir
pada BPR yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan dan logam
mulia .
b.
80% dari Nilai Hak Tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan dan/atau
rumah yang memiliki sertifikat yang diikat dengan hak tanggungan.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan tanah, bangunan dan/atau rumah
yang dilekati dengan hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan dan hak pakai.
c.
60% dari NJOP
untuk agunan berupa tanah, bangunan dan/atau rumah yang memiliki
sertifikat yang tidak diikat dengan hak tanggungan.
d.
50% dari NJOP untuk agunan berupa
tanah dan/atau bangunan dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C)
atau yang dipersamakan dengan itu termasuk Akte Jual Beli (AJB) yang dibuat
oleh Notaris atau Pejabat yang berwenang yang dilampiri SPPT pada satu tahun terakhir.
e.
50% dari Nilai Pasar untuk agunan kendaraan
bermotor, kapal atau perahu bermotor yang disertai dengan Bukti Kepemilikan dan
diikat sesuai ketentuan yang berlaku.
Penjelasan
:
1)
Yang
dimaksud dengan nilai pasar adalah Jaminan uang yang diperkirakan dapat
diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu aset pada tanggal
penilaian setelah dikurangi biaya-biaya transaksi.
2)
Yang
dimaksud dengan ketentuan yang berlaku misalnya ketentua mengenai Fiducia dan
gadai
f.
85% dari Nilai Pasar untuk agunan emas
perhiasan
Penjelasan :
Nilai pasar emas perhiasan
mengacu pada harga yang berlaku umum di pasar emas setempat. Penetapan nilai
pasar emas perhiasan dapat dilakukan oleh internal bank atau penilai independen
, misalnya toko emas atau lembaga gadai emas.
g.
50% dari Harga Pasar,
Harga Sewa atau Harga Pengalihan, untuk agunan berupa
tempat usaha/los/kios/lapak/hak pakai/hak garap dan tempat usaha yang disertai
bukti kepemilikan atau surat ijin pemakaian tempat usaha/los/kios/lapak/hak
pakai/hak garap yang dikeluarkan oleh pengelola yang sah dan disertai dengan
surat kuasa menjual atau pengalihan hak yang dibuat/disahkan oleh notaris atau
dibuat oleh pejabat lainnya yang berwenang,
h.
30% dari Nilai Pasar untuk agunan berupa
kendaraan bermotor, kapal atau perahu bermotor yang disertai bukti kepemilikan
dan disertai dengan surat kuasa menjual yang dibuat/disahkan oleh Notaris.
i.
30% dari nilai Agunan,
untuk
Resi Gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 18 bulan namun belum
melampaui 30 bulan sesuai dengan Undang-Undang dan Prosedur.
6.
Jangka Waktu Pengakuan
Agunan Untuk Kredit Dengan Kolektibilitas Macet
Ketentuan baru yang mengatur jangka waktu pengakuan
Agunan untuk Kredit dengan Kolektibilitas Macet diatur sebagai berikut :
a. Setelah
jangka waktu 2 (dua) tahun sampai dengan
3 (tiga) tahun ditetapkan paling tinggi sebesar 50% dari nilai agunan yang
diperkenankan untuk diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP.
Contoh :
Ibu Sarah memiliki fasilitas kredit di BPR X dengan agunan berupa tanah yang diikat dengan
hak tanggungan senilai Rp. 375.000.000,- .
Pada tanggal 2 Januari 2012 kredit tersebut
ditetapkan Macet oleh BPR X, sehingga agunan tersebut digunakan sebagai faktor
pengurang PPAP sebesar 80% dari nilai agunan yakni sebesar Rp. 375.000.000 x 80% = Rp. 300.000.000,-.
b. Apabila
setelah 2 (dua) tahun yakni pada tanggal 2 Januari 2014 debitur belum
menyelesaikan tunggakan kreditnya atau belum ada upaya penyelesaan oleh BPR
baik dalam bentuk rekstrukturisasi kredit atau pengambil alihan agunan. Maka nilai agunan yang digunakan
sebagai faktor pengurang PPAP adalah sebesar 50% dari Rp. 300.000.000,- atau Rp.
150.000.000,- .
c. Setelah
jangka waktu 3 (Tiga) tahun, tidak dapat diperhitungkan sebagai faktor
pengurang dalam pembentukan PPAP.
Ketentuan
peralihan :
Pentahapan
pengakuan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) terhadap
Kredit BPR yang telah memiliki kualitas Macet sebelum Peraturan Bank Indonesia
ini berlaku,
dihitung sejak Peraturan Bank Indonesia
ini berlaku.
7.
Penilaian Agunan
Ketentuan lama dan ketentuan baru yang mengatur
mengenai penilaian agunan sebagai berikut :
a. PR
wajib melakukan penilaian atas agunan untuk mengetahui nilai ekonomisnya.
b.
Dalam
hal BPR tidak melakukan penilaian agunan maka agunan tersebut tidak
diperhitungkan sebagai faktor pengurang PPAP.
c. BPR dilarang
memperhitungkan agunan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP apabila agunan tersebut tidak ada, tidak
dapat diketahui keberadaannya dan/atau tidak dapat dieksekusi.
d. Bank
Indonesia berwenang melakukan perhitungan kembali atau tidak mengakui nilai
agunan yang telah diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP
apabila BPR tidak memenuhi ketentuan.
e.
BPR
wajib melakukan penyesuaian perhitungan PPAP sesuai dengan perhitungan yang
ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayai (1) dalam laporan-laporan yang disampaikan kepada Bank
Indonesia dan/atau laporan publikasi sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pemberitahuan dari Bank Indonesia.
Penjelasan
:
Termasuk dalam pengertian pemberitahuan
adalah pemberitahuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia kepada BPR dalam
pertemua pembahasan hasil pemeriksaan (exit
meeting) .
8.
Rekstrukturisasi
Kredit
Ketentuan lama yang disempurnakan dengan ketentuan
baru mengenai penilaian agunan sbb. :
a.
Kualitas Kredit yang direkstrukturisasi
ditetapkan sebagai berikut :
1) Paling
tinggi Kurang Lancar untuk kredit yang sebelum direkstrukturisasi kualitasnya
tergolong Diragukan atau Macet atau ,
2) Tidak
berubah, untuk kredit yang sebelum direkstrukturisasi kualitasnya tergolong
Lancar atau Kurang Lancar,
b.
Kualitas
Kredit dapat menjadi :
1) Lancar,
apabila tidak terjadi tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga selama 3 (tiga) kali periode pembayaran secara berturut-turut,
atau
2)
Sama
dengan Kualitas Kredit sebelum dilakukan Rekstrukturisasi Kredit, apabila Debitur tidak dapat memenuhi kondisi
sebagaimana dimaksud pada angka 1)
c.
Bank
wajib membebankan kerugian yang timbul dari Rekstrukturisasi Kredit, setelah
diperhitungkan dengan kelebihan PPAP karena perbaikan Kualitas Kredit setelah
dilakukan rekstrukturisasi.
d.
Kelebihan
PPAP karena perbaikan kualitas kredit yang direkstrukturisasi, setelah
diperhitungkan dengan kerugian yang timbul dari restrukturisasi kredit sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), hanya dapat diakui sebagai pendapatan apabila telah
terdapat 3 (tiga) kali penerimaan angsuran pokok atas kredit yang
direstrukturisasi.
e.
BPR
wajib menerapkan perlakuan akuntansi restrukturisasi kredit, termasuk namun
tidak terbatas pada pengakuan kerugian yang timbul dalam rangka rekstrukturisasi kredit, sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan dan Pedoman Akuntansi yang berlaku bagi BPR.
9.
Agunan Yang Diambil
Alih (AYDA)
Ketentuan lama yang disempurnakan dengan ketentuan baru
mengenai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA)
sebagai berikut :
a. Ketentuan
lama yang masih berlaku dalam hal AYDA adalah BPR dapat mengambil alih agunan,
yang bersifat sementara dalam rangka penyelesaian kredit yang memiliki kualitas
macet.
b. Ketentuan baru
mengenai pengambil alihan agunan harus disertai dengan surat pernyataan
penyerahan agunan atau surat kuasa menjual dari Debitur, dan surat
keterangan lunas dari BPR kepada Debitur.
c.
BPR wajib melakukan
upaya penyelesaian terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dalam waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak
pengambilalihan. Sedang ketentuan lama diperbolehkan 2 (dua) tahun.
Penjelasan :
Upaya penyelesaian antara lain dapat dilakukan dengan
secara aktif memasarkan dan menjual AYDA.
Contoh :
Pada tanggal 10 Januari 2012 BPR ESD telah mengambil
alih agunan yang diserahkan oleh debitur maka batas waktu penyelesaian AYDA
tersebut adalah 9 Januari 2013.
Ketentuan Peralihan :
Batas waktu penyelesaian AYDA yang telah dimiliki
BPR sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, tetap mengacu pada
ketentuan Pasal 23 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006
tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif Bank Perkreditan rakyat, yakni paling lama 2 (dua) tahun terhitung
sejak tanggal pengambilalihan.
d.
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun BPR
tidak dapat menyelesaikan AYDA maka nilai
AYDA yang tercatat pada neraca BPR, wajib diperhitungkan sebagai faktor
pengurang Modal Inti BPR dalam perhitungan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum
(KPMM). BPR wajib mendokumentasikan upaya penyelesaian AYDA.
Contoh :
Pada tanggal 10 Januari 2012 BPR
X mengambil alih agunan yang diserahkan oleh debitur dengan nilai wajar sebesar
Rp. 100.000.000,-. Apabila hingga tanggal 9 Januari 2013 BPR belum
dapat menyelesaikan AYDA tersebut, maka pada perhitungan KPMM BPR X bulan
Januari 2013 AYDA senilai Rp. 100.000.000,- tersebut diperhitungkan sebagai
faktor pengurang modal inti BPR.
e.
BPR
wajib mendokumentasikan upaya penyelesaian AYDA.
f.
BPR
wajib menerapkan perlakuan Akuntansi pengambilalihan AYDA sesuai dengan
ketentuan dan prosedur yang berlaku (mengacu pada SAK ETAP dan PA BPR).
g.
BPR
wajib memilii action plan mengenai penyelesaian AYDA.
h.
Ketentuan
lama yang masih berlaku adalah BPR wajib menilai AYDA pada saat pengambil alihan agunan untuk
menetapkan net relializable value.
i.
Penilaian
AYDA pada saat pengambilalihan agunan
dilakukan sebagai berikut :
1) Untuk AYDA
dengan nilai sampai dengan Rp. 500.000.000,- dapat dilakukan oleh penilai
intern BPR.
2) Untuk AYDA dengan nilai di atas Rp. 500.000.000,-
wajib dilakukan oleh penilai independen.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan
penilai independen adalah perusahaan penilai yang :
1)
Tidak
merupakan pihak terkait dengan BPR.
2)
Tidak
merupakan kelompok peminjam dengan Debitur BPR.
3)
Melakukan
kegiatan penilaian berdasarkan kode etik profesi dan ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
4) Menggunakan
metode penilaian berdasarkan standar profesi penilaian yang diterbitkan oleh
institusi yang berwenang.
5) Memiliki
izin usaha dari institusi yang berwenang untuk beroperasi sebagai perusahaan
penilai, dan
6)
Tercatat
sebagai anggota asosiasi yang diakui oleh institusi anggota yang berwenang.
j.
Penetapan
nilai AYDA pada saat pengambilalihan agunan untuk menetapkan net
realizable
value diperhitungkan untuk setiap agunan.
k.
BPR
wajib melakukan penilaian kembali secara berkala terhadap AYDA sesuai dengan
ketentuan dan prosedur yang berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Dalam
hal nilai AYDA mengalami penurunan, BPR wajib mengakui penurunan nilai tersebut
sebagai kerugian,
2) Dalam
hal nilai AYDA mengalami peningkatan, BPR tidak boleh mengakui peningkatan
nilai tersebut sebagai pendapatan.
Penjelasan :
Ketentuan
mengenai penilaian kembali AYDA mengacu pada SAK ETAP dan PA BPR.
13.
Bagaimana prosedur pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih di BPR saudara ?
Hapus buku
adalah tindakan administratif BPR untuk menghapus bukukan kredit yang memiliki
kualitas Macet dari neraca sebesar kewajiban Debitur tanpa menghapus hak tagih
BPR kepada Debitur.
Hapus
Tagih adalah tindakan BPR menghapus kewajiban Debitur yang tidak dapat
diselesaikan. Tindakan hapus tagih dilakukan karena dari jumlah kewajiban yang
harus dibayar debitur, ternyata debitur hanya memiliki kemampuan membayar
sebagian saja.
Kebijakan Penghapus Bukuan yang ditetapkan Direksi
sebagai berikut :
a)
Penghapus
bukuan hanya dapat dilakukan untuk kredit Kolektabilitas Macet yang telah
diupayakan untuk dapat diselesaikan tetapi karena sesuatu hal kredit tidak
dapat diselesaikan, misalnya debitur melarikan diri, atau debitur tidak
memiliki sumber penghasilan lagi dan jaminan yang dimiliki sudah tidak ada
misalnya turut dibawa kabur setelah diupayakan penagihan secara intensif.
b)
Penghapusbukuan
kredit macet dilakukan jika :
(1)
Debitur
sudah tidak memiliki prospek untuk direkstrukturisasi atau upaya rekstrukturisasi
atau upaya rekstrukturisasi tidak berhasil sehingga portfolio kredit BPR tetap
macet .
(2)
Agunan
yang dikuasai BPR tidak mencukupi untuk kredit.
(3)
BPR
telah membentuk PPAP yang cukup.
c) Hapus
buku dilakukan secara keseluruhan, tidak diperkenankan hanya sebagian
(partial write off).
d)
Dalam
rencana kerja tahunan Direksi membuatkan rencana
e) Penghapus
bukuan harus diajukan kepada Dewan Komisaris dengan disertakan alasan yang kuat
dan melampirkan bukti-bukti upaya penyelesaian kredit dari BPR.
f) Persetujuan
penghapus bukuan kredit harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham untuk seluruh
limit kredit atau Keputusan RUPS tentang Pelimpahan wewenang penghapus bukuan
kepada Dewan Komisaris.
g)
Penghapus
bukuan dilakukan dengan mendebit rekening Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif dan Mengkredit rekening Kredit yang Diberikan.
h)
Kredit
yang telah dihapus bukukan tetap harus dilakukan upaya penyelesaian.
i)
Apabila debitur
menyelesaikan kreditnya maka dibukukan dengan cara mendebit rekening kas dan mengkredit rekening pendapatan operasional
lainnya.
j)
Kredit
yang dihapus buku harus didokumentasikan secara baik.
k)
Kredit
yang telah dihapus tetapi belum lunas harus tetap dicatat pada pos rekening
administratif Aktiva Produktif Dihapus Bukukan.
Kebijakan Penghapus Tagih yang ditetapkan Direksi
sebagai berikut :
a)
Kredit
yang dapat dihapus tagih adalah kredit Macet yang telah melalui upaya maksimal
dari BPR tetapi tidak seluruhnya dapat diselesaikan debitur. Hal ini
dimungkinkan karena debitur sudah tidak memiliki kemampuan lagi.
b)
Penghapus
tagihan harus diajukan kepada Dewan Komisaris dengan disertakan alasan yang
kuat dan melampirkan bukti-bukti upaya penyelesaian kredit dari BPR.
c)
Persetujuan
penghapus tagihan kredit harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham untuk seluruh
limit kredit atau Keputusan RUPS tentang Pelimpahan wewenang penghapus tagihan
kepada Dewan Komisaris
d) Atas
penjualan jaminan yang nilainya dibawah sisa kewajiban debitur mengakibatkan
terjadinya kerugian BPR, sehingga harus dihapus tagih.
e) Dalam
hal pelaksanaan hapus tagih, maka akan berdampak pada pengurangan jumlah
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang telah dibentuk. Untuk mencatat
hapus tagih dilakukan dengan cara mendebit rekening penyisihan penghapusan
aktiva produktif dan mengkredit rekening kredit yang diberikan senilai sisa
kredit yang tidak dapat dibayar debitur.
f) Dengan
adanya penghapusan tagihan maka apabila kredit belum lunas sisa provisi
diamortasi sekaligus.
g)
Kredit
yang dihapus tagih harus didokumentasikan secara baik.
III. MASALAH INTERNAL BPR
1.
Masalah-masalah
apa yang timbul dalam manajemen BPR ?
a. Masih
lemahnya tata kerja manajemen dalam hal kebijakan pengendalian intern sehingga
dalam menempatkan personil tidak sesuai dengan fungsi dan keahliannya,
akibatnya menimbulkan terjadinya pelanggaran ketentuan, kesalahan dalam
penyajian data, dan berpotensi pada meningkatnya jumlah kredit bermasalah.
b. Manajemen
belum memiliki standar operasional prosedur yang tepat dan sederhana, sehingga mengakibatkan
pada timbulnya pelanggaran dilapangan karena tidak ada pedoman kerja manual.
c. Manajemen
kurang mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan yg telah dibuatnya sehingga
karyawan tidak mengetahuinya dan berakibat pada terjadinya kesalahan prosedur .
d.
Dewan
komisaris tidak melakukan fungsinya dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan
kerja Direksi dan melakukan pembinaan. DK lebih memfokuskan hanya pada
pengawasan melalui perkembangan laporan keuangan secara semesteran saja,
sehingga segala permasalahan dan kekeliruan direksi tidak terkontrol sejak
awal.
e.
Masih
ada Dewan Komisaris yang belum mampu melakukan evaluasi sesuai standar yang
ditetapkan BI baik dari sudut analisa laporan keuangan bank maupun penjabaran
atas penyebab tercapai dan tidak tercapaianya rencana kerja direksi serta
solusi yang tepat.
f. Manajemen
informasi BPR masih lemah karena masih cukup banyak BPR yang administrasinya
manual sehingga pengambilan keputusan lama karena data yang disajikan juga
lama.
g. Manajemen
SDM BPR biasanya langsung ditangani direksi sehingga kebutuhan pengembangan
karyawan ini sering terabaikan karena direksi terfokus pada pencapaian target.
h.
Kebijakan
manajemen biasanya tidak selalu diperbarui karena masih ada yang melaksanakan
perintah dengan cara lisan.
i.
Manajemen
tidak memiliki kekuatan dalam pengambilan keputusan karena adanya intervensi
dari komisaris sehingga direksi terkesan sebagai formalitas saja.
2.
Masalah
apa saja yang timbul dalam pelaksanaan operasional BPR ?
a.
Risiko
Likuiditas
BPR merupakan lembaga intermediasi
tetapi dalam pelaksanaannya masih ada BPR yang mengandalkan sumber dananya dari
pinjaman antar bank, deposito pihak terkait yang berbunga tinggi. Akibatnya,
BPR akan mengalami risiko tingginya biaya dana dan berisiko terhadap penyediaan
likuiditas dalam kondisi krisis karena sumber dana terhenti. Akibatnya akan
berpengaruh terhadap kemampuan BPR dalam penyaluran dana dan pada akhirnya
berisiko pada terhambatnya kemampuan BPR dalam memperoleh laba.
b.
Risiko
Kredit
BPR memiliki aset terbesar dari
kredit. Kredit merupakan penyediaan dana kepada debitur yang didasarkan
perjanjian di mana debitur wajib mengembalian pokok, bunga dan denda jika
timbul dikemudian hari. Adanya informasi asimetris di mana calon peminjam lebih
mengetahui apa yang akan dilakukan atas dana yang diterima dari BPR akan dapat
berpotensi timbulnya moral hazard yang akan mengakibatkan terjadinya kredit
bermasalah. Kredit bermasalah pada dasarnya adalah kredit yang telah menunggak
1 hari, akan tetapi dalam ketentuan Bank Indonesia kredit bermasalah dimulai
bila debitur menunggak lebih dari 3 kali. Apabila jumlah kredit bermasalah BPR
meningkat akan berisiko pada berkurangnya kemampuan BPR dalam memberikan kredit
bari sehingga perolehan pendapatan bunga berkurang, berpengaruh dalam
penyediaan likuiditas karena BPR seharusnya bisa memutar dana dari angsuran
untuk kredit baru tetapi sekarang harus mencari sumber dana dari luar yang
berbunga tinggi, dan berpengaruh pada berkurangnya penerimaan pendapatan bunga
dari kredit karena kredit bermasalah terhambat dalam pembayaran bunga. Risiko
kredit dapat mengakibatkan menurunnya laba dan berkurangnya modal BPR sebab
kredit merupakan Aktiva Tertimbang yang memiliki risiko 100% dalam permodalan.
Sehingga semakin tinggi kredit bermasalah akan berdampak pada penurunan
penyediaan modal minimum. Rasio modal minimum BPR yang ideal sekitar 20%-25%,
meskipun batas minimum yang ditetapkan BI adalah 8%.
c. Risiko
operasional
Frauds
sangat mungkin terjadi di BPR, di mana pelakunya melibatkan karyawan untuk
kasus ringan, bahkan bisa melibatkan direksi sebagai orang yang memiliki
kewenangan operasional, dan yang sangat berisiko tinggi bila fraud melibatkan
dewan komisaris dan pemegang saham. Frauds yang umum terjadi di BPR :
1. Frauds di BPR bisa terjadi pada penerimaan komisi asuransi. Komisi asuransi biasanya diperoleh bank karena ada kerjasama antara BPR dengan perusahaan asuransi baik untuk mengasuransikan kendaraan jaminan atau asuransi jiwa debitur. Komisi asuransi ini seharusnya dicatat sebagai pendapatan non operasional bpr, namun dalam praktek ada yang tidak dimasukkan ke dalam bpr tetapi diterima langsung oknum karyawan terkait atau bahkan oknum direksi.
2.
Frauds
lainnya adalah oknum karyawan atau oknum direksi melakukan kas bon tetapi tidak
ada ketentuannya, dan tidak dilunasi dalam bulan berjalan itu juga dengan cara
potong gaji sehingga kas bon tersebut tidak pernah selesai.
3.
Frauds
lainnya lagi terjadi karena adanya setoran nasabah tabungan atau kredit yang
dilakukan oleh oknum kolektor yang mendatangi nasabah. Antara jumlah uang
setoran dengan bukti setoran tidak sama dan biasanya memanfaatkan kelemahan
nasabah di mana nasabah tidak diberikan tembusan slip setoran tapi hanya kertas
pengganti yang dibuatnya sendiri atau bahkan tidak ada bukti.
4. Frauds
lainnya lagi terjadi dalam hal deposito fiktif di mana oknum direksi sebagai
pihak yang berwenang lemah dalam pengawasan terhadap keberadaan bilyet deposito
kosong dan disimpannya tidak baik akibatnya dimanfaaatkan oleh oknum karyawan
untuk menerima deposito tetapi tidak disetorkan ke bank.Frauds seperti ini terkadang bisa
juga melibatkan oknum direksi, oknum dewan komisaris bahkan oknum pemegang
saham.
5. Frauds
selanjutnya, dalam kerjasama penghimpunan dana kepada pihak tertentu oknum
direksi terlibat dalam pemberiaan fee kepada pihak-pihak yang seharusnya tidak
diperkenankan, misalnya kepada orang-orang yang mengatasnamakan instansi
pemerintah. Atau di dalam fee tersebut oknum direksi juga menikmati bagiannya.
6. Frauds
dalam hal kredit dapat berupa kredit topengan, di mana debiturnya ada tetapi
tidak menggunakan dana tersebut atau hanya sebagian, dan biasanya melibatkan
oknum karyawan atau direksi bank. Kredit fiktif, di mana kredit tersebut tidak
ada debiturnya , data-data fiktif dan biasanya melibatkan oknum karaywan atau
oknum direksi bpr.
3.
Parameter
Keuangan BPR
Paramater yang umum digunakan untuk mengetahui kondisi
keuangan BPR adalah :
a.
Non Performing Loan (NPL)
NPL =
Kredit Kurang Lancar + Diragukan
+ Macet x 100%
Total Kredit
Rasio yang sehat minimum 5%
Kredit bermasalah yang tinggi dapat
diturunkan dengan jalan :
1) Memfokuskan
penuntasan kredit macet baik dengan cara penarikan agunan atau penghapusan
kredit
kredit
2) Memfokuskan penuntasan kredit diragukan dengan cara penarikan agunan atau penagihan yang
lebih intensif
3) Memfokuskan penuntasan kredit baik dengan penagihan yang intensif, pendekatan pribadi
termasuk jika memungkinkan melakukan reschduling atau reconditioning.
Dalam hal
melakukan reschduling atau reconditioning, kredit ybs tidak dapat secara
otomatis dipindahkan ke kredit lancar.
4)
Ekspansi
kredit baru
b.
Penyisihan Penghapusan Ativa Produktif khusus
Kredit
PPAP merupakan salah satu sarana
untuk menetralisir dan mengantisipasi adanya kredit bermasalah. PPAP untuk
kredit lancar besarnya 0,5% dari baki kredit wajib dibentuk BPR. PPAP kredit
Kurang Lancar sebesar 10% dikali dengan baki kredit kurang lancar setelah
dikurangi nilai agunan. PPAP kredit Diragukan sebesar 50% dikali dengan baki
kredit diragukan setelah dikurangi nila agunan. PPAP kredit Diragukan sebesar
100% dikali dengan baki kredit diragukan setelah dikurangi nila agunan.
Untuk nilai agunan sertifikat
dihitung 80% x taksasi harga.
Untuk nilai agunan bpkb yang di
fiducia 50% x taksasi harga
Untuk nilai agunan bpkb di legalisir
30% x taksasi harga
Untuk agunan yang hilang dan yang
tidak ada agunannya 0%
PPAP diwajibkan 100% sesuai
ketentuan yang wajib dibentuk
c.
KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum)/CAR
(Capital Adequacy Ratio)
Rasio ini menunjukkan besaran
penyediaan modal yang harus dicukupi oleh BPR secara sehat yaitu minimal 8%,
namun umumnya di BPR 20% -25%. (Rumus lihat perhitungan tingkat kesehatan BPR)
d.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio ini menunjukkan apakah BPR
telah secara optimal menggunakan sumber dana yang ada
untuk pemberian kredit. Sumber dana BPR baik dari tabungan, deposito, pinjaman yang diterima
dan modal bank. Rasio yang ideal berkisar 90% - 93%. Jika rasio di bawah 80% BPR dinilai tidak
produktif dan akibatnya scara tidak langsung mempengaruhi kemampuan memperoleh laba,
untuk pemberian kredit. Sumber dana BPR baik dari tabungan, deposito, pinjaman yang diterima
dan modal bank. Rasio yang ideal berkisar 90% - 93%. Jika rasio di bawah 80% BPR dinilai tidak
produktif dan akibatnya scara tidak langsung mempengaruhi kemampuan memperoleh laba,
e.
Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO)
Rasio yang mengukur kemampuan BPR
dalam melakukan efisiensi biaya yang akan mempengaruhi kemampuannya dalam
memperoleh laba. Rasio ini sangat erat dengan ROA, apabila ingin ROA maingkat
dan baik maka upayakan rasio BOPO diantara 70% s.d 80%.
f.
ROA
(Return on Asset)
Rasio yang mengukur kemampuan BPR
dalam mengelola asset yang dimiliki untuk menghasilkan laba
sebelum pajak yang cenderung meningkat. ROA yang baik harus menunjukkan adanya peningkatan
dari tahun sebelumnya di atas 10%.
sebelum pajak yang cenderung meningkat. ROA yang baik harus menunjukkan adanya peningkatan
dari tahun sebelumnya di atas 10%.
g. ROE (Return on Equity)
Rasio yang mengukur kemampuan BPR
dalam mengelola modal yg dimiliki untuk menghasilkan laba sebelum pajak yang
cenderung meningkat. ROE yang ideal bisa mencapai 30% dan sebaiknya meningkat dari tahun ke tahun.
Namun demikian untuk dapat meningkatkan ROE ini harus diperhatikan bahwa
pemegang saham jangan melakukan setoran modal diakhir tahun sebaiknya di awal
hingga pertengahan tahun agar dana yang masuk dapat dikelola untuk menghasilkan
laba yang optimal.
KODE ETIK BANKIR INDONESIA
1. Seorang Bankir patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan
peraturan yang berlaku.
2. Seorang bankir melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi
yang bertalian dengan kegiatan banknya.
3. Seorang bankir menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.
4. Suatu persaingan dinilai tidak sehat apabila seorang bankir :
a. Dalam melakukan usahanya , dengan sengaja atau karena kelalaiannya berbuat
3. Seorang bankir menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.
4. Suatu persaingan dinilai tidak sehat apabila seorang bankir :
a. Dalam melakukan usahanya , dengan sengaja atau karena kelalaiannya berbuat
sesuatu yang dapat merugikan nama baik bank lain maupun pimpinan dan
karyawannya.
b. Mempromosika jasa-jas banknya dengan cara –cara yang secara langsung atau
b. Mempromosika jasa-jas banknya dengan cara –cara yang secara langsung atau
tidak langsung dapat mengelabui calon nasabah atau nasabah , atau dengan
pernyataan yang implikasinya mengandung hal yang tidak benar atau
menjelekkan bank lain secara langsung atau tidak langsung.
5. Begitu pula untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat maka
5. Begitu pula untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat maka
seorang bankir :
a. Yang berniat meninggalkan banknya harus memberitahukan nya dalam waktu
a. Yang berniat meninggalkan banknya harus memberitahukan nya dalam waktu
cukup.
b. Yang akan menerima bankir dari bank lain wajib memperhatikan bahwa
b. Yang akan menerima bankir dari bank lain wajib memperhatikan bahwa
bankir bersangkutan telah memenuhi kewajiban-kewajiban sesuai dengan
perjanjian kerja dengan bank yang akan ditinggalkannnya.
6. Seorang bankir tidak menyalah gunakanwewenangnya untuk kepentingan
6. Seorang bankir tidak menyalah gunakanwewenangnya untuk kepentingan
pribadi.
7. Seorang bankir menghindarkan diri dari keterlibatan pengambilan keputusan
7. Seorang bankir menghindarkan diri dari keterlibatan pengambilan keputusan
dalam hal terdapat banyak kepentingan.
8. Seorang bankir menjaga kerahasian nasabah dan banknya.
9. Seorang bankir memperhitungkan dampak yang merugikandari setiap kebijakan
8. Seorang bankir menjaga kerahasian nasabah dan banknya.
9. Seorang bankir memperhitungkan dampak yang merugikandari setiap kebijakan
yang diterapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, sosial dan lingkungan.
10. Seorang bankir tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri
10. Seorang bankir tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri
pribadi maupun keluarganya.
11. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela seperti berjudi, mabuk,
11. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela seperti berjudi, mabuk,
perbuatan asusila, berhutang diluar kemampuandaya bayarnya, karena
perbuatan tersebut mengurangi keercayaan dari masyarakat terhadap dirinya
sendiri,bankir sebagai korps,dunia perbankan dan Institut Bankir Indonesia.